Jumat, 22 Agustus 2008

Ikhlas

Pada suatu hari Syibliy menyampaikan ceramah yang amat mengesankan sehingga menyebabkan seorang pemuda y ang mendengar ceramah tersebut, menjerit dan meninggal seketika. Kemudian keluarga si pemuda mengadukan hal itu kepada Sultan dengan tuduhan bahwa Syibliy menjadi sebab kematian anak mereka. Maka Sultan bertanya kepada Syibliy : “Bagaimana tuan mau menjawab atas tuduhan mereka itu?”.

Syibliy menjawab : “Ya Amirulmukminin, itulah jiwa yang rindu diseru, lalu ia menerima seruan itu!!”

Mendengar jawaban itu, menangislah Amirulmukminin dan kemudian ia berkata : “Bebaskan ia, karena ia tak berdosa”.**********)

Hingga saat ini pro kontra atas lahirnya RUU APP terus bergulir. Sebenarnya, dari perbincangan yang mengemuka ada satu titik temu : adanya kesadaran yang sama bahwa pornografi dan pronoaksi itu berbahaya.

Diskriminasi terhadap perempuan, hak asasi manusia, mengekang kebebasan berekspresi adalah sebagian dari alasan yang dikemukakan oleh kelompok yang merasa keberatan atas lahirnya RUU APP ini. Sebaliknya, keprihatinan akan maraknya kejahatan sosial yang timbul yang disinyalir sebagai akibat dari merajalelanya pornografi dan pornoaksi yang sudah demikian menggurita, menyelamatkan masa depan generasi muda dari pengaruh demoralisasi, menjadi alasan utama kalangan yang menginginkan segera disyahkannya RUU APP.

Sikap yang dapat meredam suasana pro dan kontra ini adalah : “jangan pro secara mutlak tanpa membacanya, juga jangan skeptis dan apriori menolak, padahal belum membacanya”.

Yakinlah bahwa RUU APP dirumuskan DPR untuk kepentingan semua warga bangsa Indonesia. Karena itu, RUU APP ini harus mampu mengakomodasi seluruh aspirasi bangsa. Bila demoralisasi tidak segera dihentikan, bangsa ini semakin berada di ambang kehancuran. Pasti semua Warga Bangsa Republik Indonesia Yang Kita Cintai ini memiliki komitmen yang sama untuk membangun Indonesia yang bermartabat.

Tentu bukan hanya orang-orang yang ingin kebebasan berekspresinya saja yang harus diperjuangkan hak-haknya. Tapi juga tidak bisa dilupakan begitu saja bahwa ada orang-orang yang tidak suka seks dibicarakan, apalagi dipublikasikan di muka umum. Dan itu juga hak asasi.

Pro dan kontra yang ada sekarang ini sebenarnya punya satu titik temu. Bahwa mereka semua menyadari bahwa pronografi berbahaya. Bahwa pornografi adalah kejahatan.

Kalau diperhatikan, justru orang-orang yang kontra selama ini karena mereka khawatir dan ketakutan bila aturan yang ada di RUU APP ini terlalu melebar sampai ke masalah-masalah privat. Masalah yang kalau dibahasakan ke dalam bahasa Islam mereka belum bisa menjalankan secara utuh. Demikian halnya dengan orang-orang yang pro, banyak juga yang kekhawatiran karena di sana ada pasal-pasal pengecualian dan perizinan yang membuat pelarangan-pelarangan yang sudah bagus tadi menjadi sia-sia pada pelaksanaannya kalau pasal perizinan dan pengecualian itu hadir.

So, harusnya kita bersatu, memandang jernih bahwa yang harus diperangi adalah bahaya pornografi. Kita perlu bersama-sama bahu membahu untuk mengatasi kerusakan moral ini. Apabila pornografi ini sudah demikian mewabah dan menjadi budaya kita, khawatir nantinya kita akan kehilangan generasi muda yang punya semangat untuk membangun negara ini karena sudah dibuai oleh pornografi.

Mang Juhai adalah laki-laki miskin yang tinggal di sebuah rumah rakit di tepian Sungai Musi Palembang, yang apabila datang hari malam, rumah-rumah rakit tersebut berkilauan dihiasi oleh lampu-lampu pemberian Pemerintah Daerah setempat. Sehingga apabila dipandang dari Benteng Kuto Besak atau dari Jembatan Ampera akan nampak pemandangan yang indah dari kota Palembang Darussalam di waktu malam. Mang Juhai mempunyai isteri yang saleha. Mereka adalah keluarga yang zuhud, yang kehidupan sehari-harinya kelihatan memprihatinkan, tetapi sesungguhnya mereka tidak pernah kekurangan. Suatu hari isteri Mang Juhai yang biasa disapa Bik Jubai berkata pada Mang Juhai : “Pak, kita sudah tidak mempunyai makanan lagi, seharian ini saya mancing ikan tapi tidak dapat ikan seekorpun”. Mendengar perkataan Bik Jubai, Mang Juhai langsung menuju ke Pasar 16 Ilir untuk mengeruntung*) (mengangkat/membawakan belanjaan orang lain). Akan tetapi sampai datang waktu dzuhur tak seorangpun yang memberikan barang belanjaannya kepada Mang Juhai untuk diangkut. Lalu Mang Juhai pergi Masjid Agung Palembang untuk melaksanakan shalat dzuhur. Tampak olehnya dari kejauhan Masjid Agung sangat indah dan artistik sekali. Ketika melintas di bawah menara Masjid Agung, tiba-tiba ia menemukan sebuah kantong plastik yang ternyata di dalamnya berisi uang sembilan puluh juta rupiah. Dengan gembira uang itu diambil dan dibawanya pulang. Lalu diserahkannya uang tersebut kepada Bik Jubai sambil menceritakan kejadian yang dialaminya. Berkata Bik Jubai : “Sesungguhnya barang temuan tersebut harus diumumkan!”

Mendengar itu keluarlah Mang Juhai menuju Masjid Agung kembali dengan tujuan ingin mengumumkan penemuannya tersebut. Belum sempat masuk Masjid tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang berseru : “Siapa yang menemukan uang berisi sembilan puluh juta rupiah dalam kantong plastik?”. Mang Juhai menjawab : “Saya yang menemukannya”.

Maka orang itu berseru dan berkata : “Uang itu untukmu dan ada tambahannya lagi sebanyak sepuluh juta rupiah”.

Mang Juhai terperangah dan berkata : “Apakah tuan mengolok-olok saya?”

Orang itu menjawab : “Tidak, saya tidak bergurau, sebenarnya seorang laki-laki dari Jambi telah menitipkan uang seratus juta rupiah kepada saya, dengan pesan supaya saya meletakkannya di areal Masjid Agung Palembang, kemudian mengumumkan siapa yang menemukan uang itu, dialah yang boleh memilikinya dan sepuluh juta rupiah sisanya. Sebab yang menemukan dan mengumumkan temuannya pasti seorang yang jujur”.

Dues K. Arbain

(Sufi Anak Zaman)

dues k arbain

Diam

Dzunnun Al Mishriy rahimahullah berkata : Suatu hari saya lewat di perkebunan yang rimbun. Di situ saya melihat seorang pemuda sedang mengerjakan shalat di bawah pohon apel. Tapi, ketika itu saya tidak mengetahui kalau ia sedang melakukan shalat. Lalu saya memberi salam kepadanya, namun tak dijawabnya. Saya ulangi lagi, namun tetap tak disahutnya. Kemudian pemuda itu meringkaskan shalatnya. Setelah selesai, ia lalu menulis dengan telunjuknya di atas tanah :

“Lisa tercegah untuk berbicara, karena ia sebab kebinasaan bahkan pendatang malapetaka, Jika Anda berbicara, maka hendaklah ingat Tuhanmu, Jangan kaulupakan Dia, dan pujilah Dia dalam setiap keadaan”.

Ketika saya membaca tulisannya itu, sayapun menangis karenanya. Kemudian saya menulis di atas tanah dengan jari telunjuk saya :

“Tidak ada seorang penulispun kecuali akan mati

Sedang yang ditulisnya tetap abadi sepanjang masa

Karena itu, janganlah kautulis dengan tanganmu selain apa-apa yang akan menyenangkan bila kaulihat kelak di akherat.

Ketika pemuda itu membaca tulisan saya, ia lalu menjerit dengan keras dan akhirnya meninggal dunia. Kemudian saya bermaksud menyelenggarakan penguburannya. Tetapi tiba-tiba terdengar seruan gaib yang mengatakan : “Tidaklah menyelenggarakan penguburannya kecuali para malaikat”.

Lalu saya pergi ke sebuah pohon dan shalat di bawahnya beberapa rakaat. Ketika kemudian saya melihat kembali ke arah tempat mayat pemuda itu tergeletak, maka tak kelihatan lagi ia di situ.